Mengenal Jodo, beladiri tongkat “saudara” Kendo

Artikel
Mengenal Jodo Beladiri Saudara Kendo

Jodo adalah salah satu beladiri modern Jepang yang bernaung dibawah All Japan Kendo Federation, bersama dengan Kendo dan Iaido. Walaupun secara umum Jodo adalah seni beladiri menggunakan tongkat, tetapi pada praktek latihan juga banyak digunakan pedang kayu (bokuto). Karena banyak teknik Jodo yang dikonsepkan untuk melawan pedang, tidak salah kalau kita menyebut Jodo sebagai saudara Kendo.

Apa itu Jodo?

Jodo (杖道) secara harfiah berarti “jalan tongkat”, adalah seni bela diri Jepang yang dikhususkan untuk menggunakan Jo, tongkat kayu dengan panjang sekitar 128 cm dan diameter 2,4 cm. Jo adalah senjata serba guna, dengan kedua ujung dan semua sisi mampu digunakan secara menyerang maupun bertahan.

Lebih dari sekedar untuk menyerang, Jo digunakan untuk mengontrol lawan dalam merespon gerakan mereka. Jo dapat digunakan untuk menangkis, menepis, menyerang, melempar, menghilangkan keseimbangan, mengunci, menyapu, dan menusuk lawan.

Jodo berasal di Jepang masa samurai sebagai sarana pertahanan diri terhadap penyerang, termasuk penyerang yang memegang pedang. Jodo lebih sering dipraktekkan dengan pasangan yang dipersenjatai dengan bokuto (pedang kayu). Karena itulah praktisi Jodo juga mempelajari teknik pedang.

Di masa lalu, Jo sering dibawa oleh Biksu dan pengembara sebagai senjata sekaligus berfungsi sebagai tongkat. Polisi Jepang masih memanfaatkan pelatihan Jo sebagai bagian dari kurikulum mereka dan bekal dalam pengendalian kerusuhan.

Sejarah Jodo

Menurut sejarah, sekitar 400 tahun yang lalu, Muso Gonnosuke, seorang pendekar pedang yang menguasai aliran Katori Shinto-Ryu menantang duel pendekar pedang paling terkenal saat itu, Miyamoto Musashi. Senjata pilihan Gonnosuke adalah Bo, atau tongkat dengan panjang sekitar 185cm. Ada juga sumber yang mengatakan Gonnosuke menggunakan pedang kayu yang panjangnya dua kali pedang normal. Dikatakan bahwa Musashi memenangkan duel dan memutuskan untuk membiarkan Gonnosuke hidup karena ia terkesan dengan keterampilannya menggunakan tongkat.

Setelah kekalahannya, Gonnosuke pergi berkelana dalam latihan yang mendalam. Hingga suatu ketika dia sampai di gunung Homan di daerah Chikuzen (sekarang Fukuoka). Setelah bertapa selama 37 hari, kemudian dia bermimpi dan didatangi seorang anak kecil dan disuruh memotong tongkat menjadi setinggi ulu hati.

Kemudian dia memodifikasi tongkatnya dengan mengurangi panjangnya dari sekitar 185 cm menjadi sekitar 128 cm. Dengan bentuk yang lebih pendek, tongkatnya tersebut menjadi lebih fleksibel dan dapat digerakan lebih cepat. Semenjak saat itulah Gonnosuke mengembangkan teknik Shinto Muso-ryu Jojutsu.

Ada sumber sejarah yang mengatakan Gonnosuke kemudian menantang Musashi lagi dan berhasil menang, meskipun sumber tersebut tidak didukung sumber lain.

Jodo di Dunia Modern

Jo-jutsu diadaptasi menjadi Jo-do (perbedaan jutsu dan do bisa di baca di sini) dan masuk dalam naungan All Japan Kendo Federation (AJKF) pada tahun 1956. Pada tahun 1968, AJKF menetapkan teknik baku yang terdiri dari 12 kihon-waza (teknik dasar) dan 12 oyo-waza (teknik terapan). Seorang praktisi bernama Uchitachi menggunakan pedang, dan yang lain bernama Shitachi menggunakan Jo untuk melakukan teknik Jodo. Kemudian Kejuaraan Jodo Seluruh Jepang (All Japan Jodo Championship) yang pertama diadakan pada tahun 1974.

mengenal jodo seni beladiri saudara kendo
Kejuaraan Jo. 2 Pasang Peserta mempraktekan teknik dan dinilai oleh 3 orang juri

Dalam pertandingan Jodo, dua pasang peserta melakukan serangkaian teknik yang telah ditentukan dengan masing-masing pasangan peserta bergantian menjadi Uchitachi dan Shitachi. Wasit menentukan pasangan yang menang dengan menilai kriteria seperti kepenuhan semangat (Ki), postur tubuh yang benar, pukulan tepat dengan kekuatan yang sesuai, penilaian interval dan waktu, dan etiket.

Saat ini di Jepang kebanyakan praktisi Jodo tetap mempelajari sesuai Koryu-nya (Koryu = aliran tradisional), disamping teknik baku dari AJKF tersebut.

Jodo juga diadaptasi dan digunakan oleh kesatuan polisi Jepang dengan nama Kei-jojutsu (Teknik Jo Polisi), sebagai bekal para polisi ketika menghadapi kerusuhan sipil.

Aikido, sebagai beladiri tangan kosong yang banyak mengadaptasi teknik pedang (Katana) dan Jo, tetap mempraktekan teknik Jo sebagai kurikulum resmi yang disebut dengan Aikijo.

mengenal jodo seni beladiri saudara kendo
Morihei Ueshiba, pendiri Aikido sedang melakukan teknik Aikijo

Jodo di Indonesia

Jodo kurang di kenal di Indonesia, bahkan di negara asalnya pun tidak semua orang tahu. Praktisi Jodo kebanyakan orang-orang tua ataupun anak muda dari keluarga yang mempunyai tradisi Jodo. Dalam kalangan Kendo Indonesia, admin belum pernah mendengar ada Sensei yang mengajar Jodo.

Dalam artikel tentang Iaido, admin pernah menyampaikan adanya Sensei Tora Gotoku yang pernah belajar Iaido di Jepang selama puluhan tahun. Beliau juga praktisi Jodo dengan tingkatan Dan 5/6, dan sudah berpredikat Sensei. Tetapi seperti yang admin pernah sampaikan, info tentang Dojo beliau masih belum jelas.

Referensi

All Japan Kendo Federation

Wikipedia

A Brief History of ZNKR Jodo

Sun

Kendoka, Malang, Jawa Timur, Indonesia

http://www.kendo.web.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.